TUGAS
ISBD
KEBUDAYAAN MASYARAKAT MAKASSAR
OLEH :
NAMA : HASMIDAR
KELAS : B.23
NIM : 104 704 267
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SD
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
NEGERI MAKASSAR
Gaya hidup masyarakat Makassar
Perihal kehidupan komunitas yang
tergolong khas Makassar adalah kelompok maniak bola, pendukung separuh mati
kesebelasan PSM. Mereka itu, sesaat setelah PSM keluar sebagai pemenang saat
bertanding di lapangan Andi Mattalatta (dulu Stadion Mattoanging), berkonvoi
keliling kota dengan deru bunyi kendaraan yang memekak telinga tanpa peduli
rambu lalu lintas, dan seolah kelompok mereka sajalah yang berhak atas jalan
raya.
Gejala yang unik berlaku pula
pada kelompok waria, mereka amat kreatif memperbaharui kode-kode komunikasi di
antara mereka. Mereka yang kini setiap malam berkumpul di sudut lapangan
Karebosi, tidak lagi mengerti kode komunikasi pendahulu mereka yang telah
pensiun menggumuli kehidupan malam di Karebosi. Itu terjadi karena kode bahasa yang
digunakan akan mereka perbarui manakala telah dipahami oleh komunitas lain di
luar komunitasnya.
Kuliner. Sungguhpun Kota
Makassar telah diserbu oleh makanan-makanan impor, makanan fast food
yang secara sosial mengemban citarasa kelas menengah atas, namun
makanan-makanan khas yang merupakan warisan dari leluhur Bugis-Makassar,
seperti pallu basa, coto, sop saudara, ikan bakar dan lainnya, tetap bertahan
dan diminati oleh masyarakat. Karena itu makanan tersebut banyak disajikan di
berbagai warung makan pojok hingga kelas restoran, dan bahkan selalu tersaji di
setiap acara syukuran dan upacara yang bersangkut paut dengan siklus kehidupan
(aqiqah, sunatan, perkawinan, dan juga upacara kematian). Gejala itu
mengisyaratkan bahwa ada hal yang relatif sulit berubah dalam diri
manusia–meskipun dihantam oleh arus kuat globalisasi–yakni selera makan.
Memang, telah menjadi aksioma di kalangan ahli antropologi nutrisi bahwa jenis
dan menu makanan yang selalu dikonsumsi oleh anak manusia sejak belajar
mengonsumsi makanan di luar air susu ibu, hingga berusia balita akan membentuk
selera makan mereka, dan selera makan itu sangat sulit berubah.
Isu yang berkenaan dengan
fenomena yang juga unik di Kota Makassar adalah orang-orang yang mengantarkan
mayat ke tempat pembaringannya yang terakhir. Raungan mobil ambulans di tengah
jalan berada di tengah kendaraan para pengiring jenazah. Bagian depan mobil
jenazah, kendaraan roda dua melaju dengan kecepatan rata-sekitar 70 km per jam,
dan selain seolah mau menggunakan seluruh badan jalan, juga hendak menabrak
seluruh pengguna jalan yang searah dan berlawanan arah dengannya. Kendaraan
yang dilewatinya harus segera menyingkir ke sisi tepi jalan. Tak menyingkir,
berarti siap menerima bala. Dari segi normatif agama, seyogyanya orang-orang
yang berada di jalan dan sedang larut tenggelam dengan urusan duniawiah, saat
berpapasan dengan mayat akan segera berefleksi tentang nisbinya dunia dan
kemudian mendoakan almarhum/almarhumah agar selamat di haribaan ilahi, malahan
yang terjadi adalah sebaliknya. Hatinya murka, dan acap terlontar ungkapan dari
mulut mereka, “sudah meninggal masih menyusahkan orang”.
Perang antar kelompok, juga
merupakan fenomena unik di Kota Makassar. Unik karena tidak hanya menjadi suatu
kebiasaan bagi anak remaja yang bermukim di daerah slum, tetapi fenomena itu
selalu muncul saat bulan ramadan—bulan suci, bulan penuh rahmat dan
hidayat—saat mereka baru saja menunaikan salat tarawih dan salat subuh. Perang
antar kelompok tercipta tidak lama setelah mereka menyebut asma Allah yang Maha
Pengasih dan Penyayang serta juga mengucapkan salam di akhir salat. Dua dari
sekian banyak simbol ibadah yang mestinya dimaknai sebagai keharusan umat
manusia berikhtiar mewujudkan kehidupan saling mengasihi di antara sesama, dan
menyelamatkan seluruh ciptaan Allah dari kerusakan.
Fenomena tawuran di Kota
Makssar, bukan melulu menjadi milik anak-anak yang tumbuh di daerah kumuh,
melainkan diadopsi pula oleh mahasiswa di hampir seluruh perguruan tinggi di
Makassar. Fenomena itu sungguh rumit dijelaskan dengan menggunakan logika
normal. Sebab, selama ini mahasiswa diklaim sebagai generasi terdidik dan
tercerahkan, tetapi tindakannya masih saja mengikuti naluri primitif.
Kebiasaan unik masyarakat Makassar
Beragam
cara masyarakat Indonesia menyambut datangnya tahun baru Islam. Di Makassar,
Sulawesi Selatan, warga lebih banyak melakukan aktifitas dengan berbelanja.
Tujuannya adalah memborong alat-alat dapur, utamanya gayung, atau timba serta
ember.
Kebiasaan
memborong alat-alat dapur yang dilakukan hampir seluruh warga Makassar ini
memiliki tujuan tertentu. Yakni bentuk pengharapan agar rejeki tahun ini
semakin banyak dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Kehidupan Beragama
Hubungan
diantara mereka hanya didasari hubungan kerja, saling ketergantungan dan saling
menguntungkan. Dalam hubungan formal ditandai hilangnya batas sosial karena
perbedaan kelompok dan agama. Sehingga interaksi dalam lembaga-lembaga formal
berlangsung dengan baik.
Faktor-faktor yang mendukung terwujudnya kerukunan beragama di Kecamatan
Makassar ia alah sikap netralnya pemimpin formal mulai dari atas sampai kepada
pemimpin paling bawah, tumbuh dan berkembangnya kesadaran masyarakat untuk
menghargai perbedaan yang ada, sikap gotong royong, tenggang rasa dan
persaudaraan, dan peranan lembaga-lembaga keagamaan yang menghimpun kelompok
dalam intern umat beragama.
No comments:
Post a Comment