HISTORIS PANCASILA
A.
RUMUSAN
PANCASILA DASAR NEGARA
Berdasarkan Instruksi Presiden No. 12
Tahun 1968, Runusan Pancasila dasar Negara harus dibaca/diucapkan dengan tata
urutan sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945 alenia keempat yaitu:
1. Ketuhanan
Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab
3. Persatuan
Indonesia
4. Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5. Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Dengan demikian, hanya ada satu rumusan
Pancasila dasar Negara seperti tersebut di atas. Oleh karena itu, berikutnya
yang dimaksudkan dengan Pancasila dan Pancasila dasar Negara. Jadi bukan
istilah yang ada dalam kita sutasomo ataupun konsep Pancasila 1 Juni 1945 dan
bukan pula yang termaktub dalam Piagam Jakarta.
B.
KRONOLOGIS
PERUMUSAN PANCASILA DARI SIDANG BPUPKI SAMPAI DENGAN SIDANG PPKI TANGGAL 18
AGUSTUS 1945
1.
Pendudukan
Bala Tentara Jepang
Tanggal 1 Maret 1942, tentara Jepang
mendarat di Jawa, 35.000 tentara Jepang dengan mudah mendarat di beberapa
tempat di Pulau Jawa, terutama di pantai sebelah utara (Banten, Indramayu dan
Rembang). Hindia-Belanda dibawa pimpinan panglimanya (Jenderal Ter Porten)
bersama-sama Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stach Houwer dengan
25000 miiter menyerah tanpa syarat kepada panglima bala tentara Jepang
(Jenderal Hitoshi Immamura) pada tanggal 9 Maret 1942 di lapangan terbang
Kalijati Subang.
Sebelum Jepang mendarat di
Hindia-Belanda telah melancarkan politik “Propaganda dan tipu muslihat”,
sehingga Jepang tidak mendapat perlawanan yang berarti dari Hindia-Belanda,
karena kedatangan Jepang justru disambut dan dinanti-nanti oleh bangsa
Indonesia.
Jatuhnya Hindia-Belanda di tangan
Jepang pada tanggal 9 Maret 1942, semula sangat menggembirakan bangsa
Indonesia, karena harapan Indonesia merdeka segera dapat diwujudkan. Akan
tetapi, yang didapatkan hanyalah kekecewaaan yang sangat mendalam, karena
janji-janji dan propaganda Jepang untuk kemerdekaan Indonesia hanyalah tipu
muslihat belaka. Bahkan dalam beberapa hal Jepang lebih kejam dari sikap dan
perilakunya, terbukti Jepang pun segera melarang Indonesia untuk meneriakkan
kata-kata “merdeka, menyanyikan lagu Indonesia Raya dan mengibarkan bendera
merah putih”. Kondisi ini membuat bangsa Indonesia antipasti kepada Jepang. Pada
tanggal 3 Oktober 1943 didirikan pembela Tanah Air (PETA) atas permintaan
Soekarno, juga didirikan Seinendan (Laskar Pemuda), Fujinkai (Organisasi
kebaktian Wanita), Kaibodan, Barisan Pelopor dan lain-lain. Misalnya terjadi
pemberontakan di Blitar di bawah pimpinan Supriyadi, juga di tempat-tempat lain
yaitu di Karang Ampel, Sindang (kabupaten Indramayu) di bawah pimpinan Haji
Manijas dan kawan-kawan, di Sukamanah Tasikmalaya di bawah pimpinan Kyai Z.
Mustofa. Akan tetapi setiap kegiatan pemberontakan selalu ditumpas dengan kejam
oleh bala tentara Jepang.
Setelah keadaan mulai berbalik sekutu
mulai mendesak rekan-rekannya di Eropa (Jerman dan Italia), dan Jepang
melakukan tipu muslihat dan propaganda untuk memperoleh dukungan bangsa
Indonesia. Dalam hal tersebut Jepang membentuk organisasi yang diberi nama
Gerakan Tiga A, PUTRA di bawah pimpinan Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Ki Hajar
Dewantara dan K.H. Mas Mansyur, yang kemudian dibubarkan dan diganti dengan
Perhimpunan Kebaktian Rakyat (Jawa Hokokai).
Betapa pun itu hanya tipu muslihat
Jepang, akan tetapi oleh keempat tersebut dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk
mewujudkan Indonesia merdeka, dan hasilnya pada tanggal 3 Oktober 1943
didirikan PETA (Pembela Tanah Air), yang kelak akan menjadi tenaga inti dalam Pembelaan
Tanah Air. Inilah salah satu hasil pahit getir kekejaman bala tentara Jepang,
melahirkan putra-putra pejuang bangsa Indonesia.
2.
Pembentukan
BPUPKI
Seperti diuraikan di atas, Jepang selalu
berusaha mencari simpati dari bangsa Indonesia. Untuk itu pada tanggal 7
September 1944, pemerintah Jepang di bawah pimpinan Perdana Menteri kayso
mengumumkan secara resmi bahwa kelak kemudian hari bangsa Indonesia akan diberi
kemerdekaan. Isi lengkap pengumuman janji kemerdekaan yang dikeluarkan Perdana
Menteri Kayso pada tanggal 7 September 1944 adalah sebagai berikut:
“The Japanese empire (hereby) annonce
the future Independence of all Indonesian people” (Kekaisaran Jepang dengan ini
mengumumkan kemerdekaan pada masa yang akan datang bagi segenap rakyat Indonesia).
Mr. Subardjo segera menghubungi tokoh-tokoh yang sekaligus
menjadi rakan-rekannya antara lain Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta, untuk
memberikan dukungan ide dari Laksamana Muda Maeda. Dalam waktu singkat Mr.
Subardjo berhasil menghimpun beberapa penceramah yang mempunyai kemampuan
menurut keahliannya masing-masing.
Deklarasi 7 September 1944 menghidupkan
kembali semangat bangsa Indonesia untuk merdeka walau harus dibayar dengan
sangat mahal berupa pengorbanan jiwa raga dan harta benda (Romusha). Dari tata
lahir janji Kayso justru menambah kesengsaraan rakyat Indonesia karena dengan
janji kemerdekaan tersebut Jepang dapat memaksakan kehendaknya dengan alasan
agar Jepang dapat memenangkan perang, sehingga member kemerdekaan kepada bangsa
Indonesia.
Keadaan cepat berubah Jepang Mengalami
kekalahan yang fatal di dalam menghadapi serangan balasan yang gemilang dari
Jenderal Mc Arthur (Panglima tentara Sekutu). Kondisi seperti ini sangat
menguntungkan bagi bangsa Indonesia. Terbukti Jepang melalui panglima tentara
Jepang di Jawa, pada tanggal 1 Maret 1945 menjanjikan pembentukan Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan kemerdekaan bagi Indonesia.
Dengan demikian pengorbanan bangsa
Indonesia melalui Romusha, tidak sia-sia. Akhirnya pada tanggal 29 April 1945,
pada hari ulang tahun Tenno Haika dikeluarkan maklumat Gunseikan No. 23 tentang
Pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(Dokuritzu Zyunbi Tyoosakai).
BPUPKI yang beranggotakan 62 orang
termasuk ketua, juga dilengkapi kantor
Sekretariat dengan R.P.Soeroso sebagai
kepala kantor secretariat dan A.G.Pringgodigdo sebagai wakil ketua secretariat,
walaupun R.P.Soeroso tidak dapat selalu ditempat karena beliau merangkap
sebagai Residen di Magelang. Oleh karena itu, aktivitas kantor secretariat
dijabat oleh Mr.A.G.Pringgodigdo sebagai wakil ketua yang sebenarnya beliau
juga merangkap sebagai wedana di Banyumas dan dalam melaksanakan tugasnya
dibantu oleh tujuh orang Jepang. BPUPKI kelak sangat berjasa bagi bangsa
Indonesia, karena badan inilah yang berhasil menyusun konsep dasar Negara dan
rancangan UUD dan hal-hal yang prinsip lainnya.
3.
Proses
Perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara
Sejak lahirnya Orde Baru tidak ada lagi
keragu-raguan tentang rumusan Pancasila Dasar Negara, karena telah menjadi
tekad Orde Baru kelahirannya untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen. Orde Baru yakin bahwa hanya dengan landasan Pancasila dan
UUD 1945, bangsa Indonesia akan dapat tumbuh dan berkembang dengan mantep, dan
kita dapat melaksanakan pembangunan nasional menuju terwujudnya masyarakat yang
kita cita-citakan.
Akan tetapi bila kita ingin
membicarakan kronologis perumusan dasar Negara khususnya menyangkut “tanggal
lahir” maka kita segera akan dihadapkan pada beberapa permasalahan:
a. Pembukaan
UUD 1945, maupun pada Batang Tubuh dan penjelasannya tidak ada satu istilahpun
yang mengatakan bahwa dasar Negara Republik Indonesia adalah Pancasila.
b. Dalam
kenyataan sehari-hari norma Pancasila sudah menyatu dengan dasar Negara Republik
Indonesia, setidak-tidaknya sejak September 1947, istilah Pancasila mulai
dipakai untuk dasar Negara, melalui buku kecil yang dikeluarkan oleh Presiden
Soekarno, yang memuat pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 di Muka Bidang Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan dengan judul “Lahirnya Pancasila”.
Sejak
inilah nama Pancasila dikaitkan dengan dasar Negara walaupun rumusan Pancasila
dasar Negara yang dimaksudkan adalah
rumusan Pancasila 1 Juni 1945. Sampai dengan kelahiran Orde Baru (11 Maret
1966), rumusan Pancasila dasar Negara
adalah rumusan Pancasila 1 Juni 1945.
c. Fakta
sejarah bahwa yang mengusulkan nama Pancasila dalam siding BPUPKI pertama (29
Mei-1 Juni 1945), hanya Bung Karno.
Orde Baru sebagai Orde Konstitusional
bertekad meluruskan pengetahuan dan pemahaman pancasila dasar Negara secara
konstitusional. Untuk menghilangkan kesimpang siuran tersebut, lahirlah
produk-produk hukum tentang identitas Pancasila dasar Negara.
Mengacu pada pedoman konstitusional
produk Orde Baru tersebut diharapkan agar istilah Pancasila tidak menjadi
sumber kajian, melainkan “dasar Negara Republik Indonesia”, itulah yang menjadi
pokok kajian.
v Masa
Bidang I Tanggal 29 Mei 1945
·
Konsepsi Mr. Muh. Yamin
Pada tanggal 29 Mei 1945 tersebut BPUPKI mengadakan
sidangnya yang pertama. Pada kesempatan inI Mr. Muhammad Yamin mendapat
kesempatan yang pertama untuk mengemukakan pemikirannya tentang dasar negara di
hadapan sidang lengkap Badan Penyelidik. Dalam pidato tersebut merumuskan
sebagai berikut:
1. Peri Kebangsaan
2.
Peri Kemanusiaan
3.
Peri Ketuhanan
4.
Peri Kerakyatan
5.
Peri Kesejahteraan Rakyat
Setelah berpidato beliu merumuskan rancangan UUD RI. sebagai
berikut:
1 Ketuhanan Yang Maha Esa
1 Ketuhanan Yang Maha Esa
2.
Kebangsaan Persatuan Indonesia
3.
Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab
4.Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5.Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
·
Konsepsi Prof.Dr.Soepomo (31
Juni 1945)
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan
lahir dan batin
4. Musyawarah
5. Keadilan
rakyat
·
Konsepsi Ir.Soekarno (1 Juni
1945)
1. Kebangsaan
Indonesia
2. Internasionalisme
atau perikemanusiaan
3. Mufakat
atau demokrasi
4. Kesejahteraan
sosial
5. Ketuhanan
yang berkebudayaan
v Lahirnya
Piagam Jakarta
Panitia kecil (panitia delapan) yang
dibentuk 1 Juni 1945 oleh BPUPKI, ditugaskan untuk menggolong-golongkan
usulan-usulan dari anggota BPUPKI baik yang tertulis maupun yang lisan.
Dari 40 usulan tertulis yang
disampaikan pada panitia kecil akhirnya dapat digolongkan dalam beberapa
golongan saja yaitu:
1. Golongan
yang usul minta Indonesia merdeka selekas-lekasnya
2. Golongan
usul mengenai dasar
3. Golongan yang usul mengenai soal unifacatie atau federatie
4. Golongan
yang usul mengenai bentuk Negara dan kepala Negara
5. Golongan
yang usul mengenai warga Negara
6. Golongan
yang usul mengenai daerah
7. Golongan
yang usul mengenai soal agama dan Negara
8. Golongan
yang usul mengenai pembelaan
9. Golongan
yang usul mengenai soal keuangan
Panitia
sembilan ini mengadakan pembicaraan secara masak dan sempurna serta mencapai
hasil untuk mendapatkan satu konsensus, satu persetujuan antara pihak Islam dan
pihak Kebangsaan. Konsensus itu termaktub di dalam satu rencangan Pembukaan
Hukum Dasar atau rancangan Preambul Hukum Dasar yang disampaikan kepada Panitia
Kecil yang kemudian disampaikan BPUPKI pada tanggal 10 Juli 1945.
Pada
kesempatan itu (10 juli 1945) ketua Panitia Delapan dalam laporannya dihadapan
sidang Dukuritzu Zyunbi Tjoosakai juga membacakan usul rancangan pembukaan
hukum dasar atau naskah Piagam Jakarta.
Dari uraian
tersebut di atas dapat dirangkumkan bahwa:
1. Panitia Kecil yang dibentuk tanggal 1
Juni 1945 ialah Panitia yang beranggotan delapan orang (Panitia Delapan), yang
ditugasi oleh BPUPKI untuk mengumpulkan/menampung usul-usul dan sekaligus
menggolongkan usul-usul baik yang lisan maupun yang tulisan.
2. Panitia Kecil (9 orang), yang kemudian
terkenal sebagai “Panitia Sembilan”, dibentuk atas dasar kebutuhan yang
mendesak dalam upaya mencari dan mencapai kesepakatan antara pihak Islam dan
pihak Kebangsaan. (Panitia Sembilan dibentuk oleh Panitia Delapan dalam rapat
Gabungan pada tanggal 22 Juni 1945).
3. Pada alinea ke-4 rancangan pembukaan
termaktub konsep Pancasila dasar Negara secara formal, artinya tidak lagi
menjadi milik pribadi.
4. Jakarta
kelak akan menjadi Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dengan beberapa perubahan
(terutama tujuh kata di belakang kata keutuhan pada alinea ke-4).
4. Proses
Pengesahan Pancasila Dasar Negara
a. Masa Sidang
BPUPKI II Tanggal 10 Juli 1945
Berbagai pendapat muncul dalam sidang tanggal 10 Juli
1945 khususnya tanggapan yang menyangkut bentuk negara yang disebut dalam
“Piagam Jakarta” sebagai bentuk “Republik”. Setelah sidang menampung berbagai pendapat tentang bentuk negara
akhirnya sepakat untuk diadakan pemungutan suara. Dari 64 orang anggota dan
ketua akhirnya yang memilih Republik ada 55 orang, Kerajaan 6 orang, lain-lain
2 oran serta belangko 1 orang. Berdasarkan tersebut Dr.KRT Radjitman
Wediodiningrat selaku ketua sidang, menetapkan bahwa bentuk negara Indonesia
merdeka ialah “Republik”.
Pada tanggal 10 Juli 1945 (hari pertama sidang II
BPUPKI), di samping berhasil menetapkan bentuk negara Republik Indonesia, juga
berhasil membentuk panitia-panitia antara lain:
a.
Panitia Perancang Undang-Undang Dasar
b.
Panitia Pembelaan Tanah Air
c.
Panitia Keuangan dan Perekonomian
Panitia Perancang
Undang-Undang Dasar Segera Mengadakan Pembicaraan-pembicaraan. Suatu hal yang
menguntungkan, ketua panitia Ir.Soekarno dalam siding BPUPKI I sebagai Ketua Panitia
Delapan dan Ketua Panitia Sembilan yang pernah mengusulkan rancangan Pembukaan
Undang-Undang Dasar pada sidang tanggal 10 Juli 1945. Oleh karena itu dalam
rapatnya pada tanggal 11 Juli 1945, Panitia Perancang Undang-Undang Dasar
dengan suara bulat menyetujui isi preambul hokum dasar yang tidak lain adalah
Piagam Jakarta. Untuk kepentingan ini panitia perancang undang-undang dasar
membentuk “Panitia Kecil Perancang Undang_undang Dasar” yang diketuai oleh
Prof.Dr.Mr.Soepomo dengan anggota-anggota: Wongsonegoro, Ahmad Soebardjo,
A.A.Maramis, Singgih, Agus Salim dan Sukiman, kesemuanya tujuh orang,
diantaranya yang lima orang semuanya Sarjana Hukum. Kewajiban Panitia Kecil
ialah merancang Undang-Undang Dasar dengan memperhatikan pendapat-pendapat yang
telah diajukan di rapat besar dan rapat Panitia Perancang Undang-Undang Dasar.
Panitia Kecil Perancang
Undang-Undang Dasar pada tanggal 13 Juli
1945, melaporkan hasil kerjanya kepada “Panitia Perancang Undang-Undang Dasar”,
dari hasil laporan ini kemudian dibentuklah “panitia penghalus bahasa” yang
terdiri atas Husein S.Jayadiningrat, H.Agus Salim dan Soepomo sebagai ketua.
Hasil rapat Panitia Perancang Undang-Undang Dasar dengan Panitia Kecil (7 orang) dan Panitia Penghalus
Bahasa (3 orang) dijadikan bahan laporan Panitia Perancang Undang-Undang Dasar.
Adapun konsep pernyataan Indonesia merdeka disusun dengan
mengambil tiga alinea pertama Piagam Jakarta dengan sisipan yang panjang
sekali, terutama di antara alenia pertama dan alinea kedua. Sedangkan konsep pembukaan
Undang-Undang Dasar hamper seluruhnya diambil dari piagam Jakarta. Setelah
didiskusikan kurang lebih satu jam lamanya, konsep pernyataan kemerdekaan dan
konsep Pembukaan undang-Undang Dasar itu diterima oleh sidang.
Pada tanggal 15 Juli 1945 menyusul pembicaraan Rancangan
Undang-Undang Dasar yang disampaikan oleh Panitia Perancang Undang-Undang
Dasar. Setelah Bung Karno sebagai ketua Perancang Undang-Undang Dasar dan Prof.
Seopomo sebagai ketua Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, memberikan
penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal, para anggota memberikan
tanggapan, khusus mengenai agama timbul lagi perdebatan sengit. Tetapi pada
esok harinya tanggal 16 juli 1945 rancangan UUD diterima dengan bulat. Dengan
itu tugas BPUPK selesai dan seluruh hasil siding BPUPK II (10 Juli-16 Juli
1945). Menurut keterangan Prof.Abdul Gafar Pringgodigdo “diketi tanpa dikoreksi
sebelumnya rangkap empat;satu disimpan di kantor dan satu bendel lagi beliau
simpan (A.G.Pringgodigdo) di rumah, dan dua bendel dikirim ke Tokyo sebagai
laporan”.
b. Pengesahan Pancasila Dasar Negara
· Pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
Sejarah pengesahan Pancasila Dasar Negara erat sekali dengan
siding BPUPKI. Dokuritsu Zyunbi Inkai atau PPKI dibentuk setelah BPUPKI
dibubarkan dan bertepatan dengan keadaan Jepang yang benar-benar sangat lemah.
Dengan kata lain PPKI dibentuk bukan karena kebaikan hati Pemerintah Jepang,
tetapi benar-benar disebabkan oleh keadaan yang samgat memaksa. Pemerintah
Jepang terpaksa berbuat demikian karena minimal didasarkan dua pertimbangan
yaitu:
Pertama, Jepang sudah terletak di ambang pintu kehancuran,
sehingga perlu dipertimbangkan dari pada Indonesia jatuh ke tangan musuh lebih
baik merdeka atas kemauan dan kekuatan sendiri.
Kedua, apabila bangsa Indonesia berhasil memerdekakan
dirinya, maka dapat dipaksakan bahwa bangsa Indonesia akan berhadapan secara
langsung dengan sekutu pada umumnya. NICA pada khususnya yang sekaligus sebagai
musuh Jepang, atau dengan kata lain bahwa bangsa Indonesia sedikit banyak akan
membantu Jepang dalam rangka menghancurkan sekutu. Dari sinilah dapat kita
lihat bahwa Pemerintah Kolonial tetap bersifat colonial. Janji Indonesia
merdeka yang dilontarkan Jepang bukan berarti Jepang sudah berpandangan maju,
tetapi karena keadaan memaksa. Hal ini dengan jelas dapat dilihat ketika Jepang
dengan hebatnya diserang Sekutu melalui udara, maka timbullah Rejim Tokyo ini,
agar Indonesia bersedia mempertahankannya yang berhadapan dengan sekutu
termasuk Belanda di dalamnya.
Kiranya tidak membenarkan jika kemudian pemerintah Jepang
memerintahkanm Jenderal Terauchi, kepala pemerintah Jepang di Asia Tenggara
(Manpo Gunsaikan Seiko Sikikan) yang berpusat di Saigon agar segera menyiapkan
kemerdekaan Indonesia. Dari sinilah lahir pengumuman 7 Agustus 1945 yang
dikeluarkan oleh Jenderal Terauchi bahwa: Berdasarkan janji kemerdekaan di
kelak kemudian hari yang diucapkan pada tanggal 7 September 1944 dan setelah
penduduk mendapat latihan-latihan dalam pemerintahan dan pembelaan tanah air
maka Jenderal Terauchi menyetujui dibentuknya suatu Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia pada pertengahan bulan Agustus 1945 yang akan datang.
Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jenderal Terauchi memanggil
pemimpin-pemimpin bangsa Indonesia ialah Ir.Soekarno, Drs.Moh.Hatta, dan
Dr.Radjiman Widiodiningrat ke Saigon untuk membicarakan sekitar persiapan
pembentukan PPKI.
Pembicaraannya sendiri baru dapat dilaksanakan pada tanggal
12 Agustus 1945 di Dalat dekat Saigon. Dalam pertemuan itulah Jenderal Terauchi
menjelaskan tentang janji politik pemerintah Jepang tanggal 7 September 1944
dan dijelaskan pula bahwa sudah diperbolehkan Negara membentuk PPKI.
Pembicaraan tersebut menghasilkan keputusan sebagai berikut:
1. Ir.Soekarno diangkat sebagai ketua dan Drs. M. Hatta sebagai
wakil Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
2. PPKI boleh bekerja mulai tanggal 12 Agustus 1945.
3. Masalah cepat atau tidaknya Indonesia merdeka, diserahkan
sepenuhnya kepada PPKI
Begitulah peristiwa menjelang pembentukan PPKI. Dengan demikian
badan ini tidak dibentuk atas dasar
pengumuman Jenderal Terauchi tanggal 7 Agustus 1945 yang secara konkret
terbentuk sejak tanggal 12 Agustus 1945 oleh bangsa Indonesia sendiri. Kecuali
itu badan ini belum sempat dilantik dan mulai pekerjaannya sampai mendaratnya
ketiga pemimpin bangsa Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1945. Lebih-lebih
setelah adanya berita menyerahkan Jepang kepada sekutu, maka semua aktivitas
para pemimpin bangsa Indonesia dilakukan atas dasar kemauan dan kekuatan
sendiri, dimana semua perhatian tertuju pada satu masalah yaitu Proklamasi
kemerdekaan. Meskipun demikian susunan keanggotaan PPKI yang berdasarkan
penunjukan Jepang, hanyalah karena waktu yang sangat mendesak sehingga bangsa
Indonesia menerima usul Jepang itu.
Badan ini sebenarnya oleh Pemerintah Jepang diserahi tugas
untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia yang menurut rencana akan diikrarkan
pada tanggal 24 Agustus 1945. Namun demikian perlu diingat bahwa masih ada
kalimat reserve-nya ialah apabila tidak ada halangan suatu apapun dan
peperangan tersebut dimenangkan Jepang. Dengan demikian dapat diduga bahwa
apabila Jepang dapat bangkit kembali dari detik-detik kehancurannya, pasti ada
perubahan atau minimal penundaan waktu kemerdekaan Indonesia tersebut.
Namun demikian dengan terbentuknya badan ini merupakan suatu
keuntungan bagi para pemimp[in bangsa Indonesia, karena setidak-tidaknya ada
suatu badan yang setiap saat dapat digunakn sebagai wadah untuk membicarakan
kepentingan-kepentingan nasional. Walaupuin sampai proklamasi kemerdekaan
diucapakan, badan ini belum pernah mengadakan siding, namun bukan berarti badan
ini tidak pernah melaksanakn tugasnya. Sebab perhatian kita pada waktu itu
tertuju pada pelaksanaan proklamasi yang memerlukan penenganan secara cepat dan
bukan semata-mata kepentingan atau wewenang PPKI saja, melainkan merupakan
kepentingan pihak/bangsa Indonesia. Oleh karena itu pada saat-saat menjelang
sampai diucapkannya proklamasi kemerdekaan, muncul tokoh-tokoh lain terutama
dari pemimpin para pemuda, pelajar dan tentara yang tidak kecil andilnya,
disamping PPKI itu sendiri.
· Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Sidang Pleno Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dimulai
jam 11.30 mempunyai acara pokok membahas Rancangan Hukum Dasar (termasuk
rancangan Preambul HUkum Dasar) untuk ditetapkan menjadi Undang-Undang Dasar
(termasuk Pembukaan Undang-Undang Dasar) suatu Negara yang telah
diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Sebelum siding Pleno dimulai, atas tanggung jawab ketua PPKI,
maka badan itu disempurnakan dengan ditambah enam orang anggota baru untuk
mewakili golongan-golongan tang belum terwakili dalam keanggotaan PPKI yang
lama.
Dengan ditambahkannya keenam anggota PPKI, maka badan ini
dianggap sebagai badan yang mewakili seluruh daerah/rakyat Indonesia.
Siding pleno PPKI tersebut mengambil beberapa keputusan
sebagai berikut:
1. Mengesahkan UUD Negara Republik Indonesia dengan jalan:
a. Menetapkan Piagam Jakarta dengan beberapa perubahan sebagai
Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia.
b. Menetapkan Rancangan Hukum Dasar dengan beberapa perubahan
sebagai UUD Negara Republik Indonesia yang kemudian dikenal sebagai UUD 1945.
2. Memilih Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia
3. Membentuk Komite Nasional Indonesia sebagai badan musyawarah
darurat
No comments:
Post a Comment